Wali Kota Mojokerto Mas'ud Yunus (kiri) dan mantan Kepala Dinas PUPR Wiwiet Febryanto |
idealoka.com – Tak ingin ditanggung sendiri, seorang pegawai
negeri sipil (PNS) di Kota Mojokerto sengaja merekam pembicaraan dengan
atasannya. Rekaman itu berisi pembicaraan tentang para pimpinan lembaga legislatif
yang minta imbalan atau fee uang.
Fee itu diminta secara ijon atau sebelum peristiwa terjadi diminta duluan. Pimpinan dewan
yang terhormat itu minta fee atas
rencana pengalihan anggaran pembangunan kampus negeri untuk proyek penataan
lingkungan. Untuk mengalihkan atau mengubah alokasi anggaran memang butuh
persetujuan dewan. Ini yang dijadikan bargain
legislator untuk meminta imbalan yang melanggar hukum.
Tuntutan dari legislator ini pun dilaporkan kepala
dinas ke atasannya, wali kota. Bukannya mencegah, sang wali kota terkesan membiarkan dan menyerahkan urusan suap menyuap itu pada anak buahnya. Tragisnya, pembicaraan
mengenai tuntutan fee itu direkam sang anak buah. Rekaman ini pun jadi alat bukti dan menyeret sang wali
kota yang juga kiai itu ke pusaran korupsi.
Teka-teki keterlibatan tersangka Wali Kota Mojokerto KH Mas’ud
Yunus dalam perkara korupsi yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
terjawab. Meski ia mengklaim tak pernah memberi perintah pada anak buahnya
namun ia terkesan merestui uang sebagai komitmen fee pada pimpinan DPRD kota setempat.
Mas’ud terjerat kasus suap yang melibatkan anak
buahnya dan jajaran pimpinan DPRD Kota Mojokerto terkait rencana pengalihan anggaran pembangunan kampus
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) di Kota Mojokerto Rp13 miliar
tahun 2017 yang akan dialihkan untuk proyek penataan lingkungan.
Mereka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang (PUPR) Kota Mojokerto Wiwiet Febryanto dan Ketua DPRD Kota
Mojokerto Purnomo dan dua Wakil Ketua DPRD Kota Mojokerto Umar Faruq dan
Abdullah Fanani yang ditangkap KPK Juni 2017 dan sudah menjalani proses hukum.
Keempat orang ini sudah dicopot dari jabatannya.
“Saya tidak pernah memberikan perintah dan janji
pada dewan. Itu fakta persidangan tapi tampaknya keterangan saya itu terabaikan,”
kata Mas’ud saat diwawancarai para wartawan, Jum’at, 24 November 2017. Mas’ud
sudah pernah diperiksa sebagai saksi untuk para tersangka di gedung KPK dan
menjadi saksi dalam persidangan para terdakwa.
Menurut pejabat yang akrab disapa Kiai Ud ini, hakim
lebih memperhatikan rekaman pembicaraannya dengan terpidana bekas Kepala Dinas
PUPR Wiwiet Febryanto. Wiwiet ternyata merekam pembicaraannya dengan Mas’ud
saat membahas permintaan fee dari
pimpinan dewan terkait rencana pengalihan anggaran pembangunan kampus PENS yang
akan dialihkan untuk penataan lingkungan yang dikelola Dinas PUPR.
“Keyakinan hakim lebih tertuju pada rekaman saudara Wiwiet
yang bicara bersama saya dan merekamnya tanpa sepengetahuan saya,” katanya.
Mas’ud juga mengakui jika pimpinan dewan pernah
bertemu dengannya untuk menagih fee
atas rencana pengalihan anggaran tersebut. “Tanggal 5 Juni 2017 lalu pimpinan
dewan ketemu saya untuk menagih fee
dan saya arahkan ke PU (Dinas PUPR),” katanya. Dalam persidangan, beberapa
saksi dan terdakwa, menurutnya, juga mengakui adanya pertemuan tersebut.
0 Response to "'Dijebak' Anak Buah, Pejabat yang Juga Kiai Ini Terjerat Korupsi"
Posting Komentar