idealoka.com – Terbelahnya dukungan para kiai atau ulama dalam
setiap ajang Pilkada Jawa Timur jadi sorotan aktivis lembaga swadaya masyarakat
dan pegiat anti korupsi. Para kiai diminta tetap kritis dan tidak terlibat
dalam politik transaksional.
“Gerakan mereka tidak pernah berubah dari waktu ke
waktu. Kental aroma primordial dan cenderung transaksional,” kata Kordinator
Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jawa Timur Aan Anshori di Jombang, Jum’at,
20 Oktober 2017.
Ia menyoroti para kiai atau pengasuh pondok
pesantren yang mudah terpengaruh dengan iming-iming dana atau bantuan dari
calon kepala daerah yang kebetulan masih menjabat di pemerintahan.
“Para kiai yang seperti ini kerap gagal mengedukasi publik
untuk berpolitik secara kritis, dewasa, dan tidak partisan,” kata Aan yang juga
kordinator pecinta Gus Dur atau Gusdurian Jawa Timur ini. Menurutnya, kiai atau
pondok pesantren seharusnya bisa mendukung iklim demokrasi secara independen.
“Seharusnya mereka mampu mendorong calon pemilih misalnya untuk mengkritik
rekam jejak para kandidat dan program mereka,” ujarnya.
Harapan yang sama dikatakan Kordinator Parliament Watch sekaligus pegiat Jaringan Anti Korupsi (Jakor) Jawa Timur
Umar Solahudin. Ia meminta para kiai dan ulama tidak terlibat politik uang
dalam proses pemilihan umum termasuk pilkada.
“Ulama harus menjalankan politik yang mandiri dan
independen, jangan terlibat dukung mendukung karena imbalan materi, dana, atau
bantuan program. Ulama harus jadi suri teladan politik dan perekat masyarakat,”
ujar Umar.
Menjelang Pilkada Jawa Timur 2018, kiai terutama di
kalangan Nahdiliyin terpecah menjadi dua kubu. Pertama kelompok yang mendukung
inkumben Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf atau Gus Ipul berpasangan
dengan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang diusung PDI Perjuangan dan
PKB. Kelompok kedua adalah para kiai pendukung Khofifah Indar Parawansa yang
belum menentukan pasangan calon wakil gubernur. Khofifah sementara diusung Partai
Golkar, NasDem, PPP, dan Demokrat. Gus Ipul, Anas, dan Khofifah sama-sama kader NU yang juga menjabat sebagai pejabat pemerintahan.
Sebelumnya, juru bicara para kiai pendukung Khofifah,
KH Asep Saifudin Chalim, mengatakan keterlibatan para kiai dalam dukungan di
pilkada ini bagian dari tugas dan tanggung jawab moral kiai.
“Kami sebagai kiai punya tanggung jawab terwujudnya
tatanan kehidupan yang luhur. Sesungguhnya Allah menitipkan bumi ini pada
hamba-hamba-Nya yang salih,” kata pengasuh pondok pesantren Amanatul Ummah,
Mojokerto, ini saat konferensi pers di Jombang, 15 Oktober 2017.
Menurutnya, dukungan pada Khofifah atas dasar
keikhlasan dan bagian dari ikhtiar politik kiai dalam menentukan pemimpin
pemerintahan. “Kami semua ikhlas karena melihat kapabilitas Bu Khofifah sebagai
figur yang mampu membawa Jawa Timur lebih baik,” katanya. Menurutnya, Khofifah
memenuhi empat kriteria sebagai pemimpin bisa dipercaya, punya gagasan, cerdas, dan bertanggung
jawab. (*)
0 Response to "Kiai Diminta Tak Terjerumus Politik Transaksional Pilkada"
Posting Komentar