Dok. Pemkab Banyuwangi |
idealoka.com – Banyuwangi
menggelar Coffee Processing Festival di
Rumah Kreatif Banyuwangi selama tiga hari 18 -20 Oktober 2017. Festival ini
digelar untuk meningkatkan kualitas produk kopi rakyat di Banyuwangi. Pemkab
pun mendatangkan pakar kopi untuk memberikan edukasi bagaimana menghasilkan
produk kopi kualitas terbaik.
Festival
ini diikuti 100 peserta yang terdiri atas pekebun kopi dan pelaku usaha kopi baik
industri kecil menengah (IKM) maupun pemilik kafe. Di hari pertama, Rabu, 18
Oktober 2017 peserta diberi materi dan praktik mengolah kopi yang benar, dari
hulu ke hilir, mulai petik, pecah kopi, pengeringan, fermentasi, penyimpanan
hingga menyangrai dan menyajikan kopi. Hari berikutnya, Kamis-Jumat, 19-20
Oktober 2017 mereka akan dibekali materi dan praktik barista.
Bupati
Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan festival ini merupakan cara daerah
untuk meningkatkan perekonomian pekebun kopi, industri kecil menengah (IKM) dan
pelaku usaha kopi lainnya. “Harapannya agar pekebun dan IKM akan tahu cara-cara
mengolah kopi yang baik sehingga mereka bisa memproduksi kopi yang benar-benar
berkualitas. Apalagi kopi Banyuwangi ini mulai dikenal nasional,” kata Anas
saat membuka festival melalui sambungan facetime,
Rabu, 18 Oktober 2017.
Banyuwangi
merupakan penghasil kopi dengan jenis robusta yakni kopi yang ditanam dengan
ketinggian di bawah 1000 mdpl. Sebagian merupakan perkebunan kopi rakyat yang
pengolahan kopinya masih tradisional. Untuk mengembangkan usaha kopi rakyat ini
maka perlu edukasi pada petani maupun pelaku usaha perkopian lainnya.
“Kita ingin
kualitas kopi di Banyuwangi bisa terus meningkat terutama para pekebun kopi
bisa meningkatkan nilai ekonomis hasil kopi dari kebunnya. Semoga edukasi hari
ini bisa bermanfaat,” kata Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko yang turut
hadir pada festival tersebut.
Digelar
selama tiga hari, pada hari pertama peserta mendapatkan materi seputar
pengenalan kopi dengan menghadirkan Kepala Urusan Kerjasama Kopi Pusat
Penelitian Kakao dan Kopi Indonesia (PPKKI) Ninik Purwaningsih. Dalam
kesempatan itu, Ninik memberikan materi tentang pasca panen kopi dari hulu ke
hilir, sortasi biji kopi, dan SNI bahan baku.
“Pemberian
materi ini harapan kami bagi petani endingnya adalah tercapainya nilai tambah
bagi mereka baik jika mereka menjual kopi sebagai bahan baku maupun telah
menjadi produk kopi. Sedangkan bagi para pelaku usaha kafe atau kedai kopi bisa
menambah wawasan sehingga mereka bisa membangun sinergi dengan petani untuk
bersama-sama mengembangkan kopi rakyat yang berkualitas,” kata Ninik.
Menurut
Ninik untuk menghasilkan kopi dengan aroma dan rasa yang nikmat sekaligus
sehat, proses pemilihan bahan baku hingga proses pengolahannya harus sesuai
dengan Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk komoditas kopi yakni meliputi
mutu fisik biji kopi, kadar air, kotoran dan standar benda asing yang ada pada
kopi.
“Agar aroma
dan rasa terbaiknya muncul, perlu perlakuan yang sangat ketat sejak awal, baik
proses fermentasi pemerapan, pencucian dan pengeringan. Karena pada dasarnya
semua kopi itu memiliki cita rasa tersendiri. Yang merusak flavournya itu
seringkali kesalahan dalam prosesnya, seperti pengeringan ataupun penyimpanan yang
bareng dengan komoditas lain. Apalagi Arabica, tidak bisa seperti itu. Harus
benar-benar dipisahkan dari bahan lain,” jelas Ninik saat memeberikan materi.
Setelah
pemberian materi pengenalan kopi, para peserta diajak ke perkebunan kopi rakyat
yang terletak di Desa Tlemung, Kecamatan Kalipuro. Di perkebunan kopi milik
rakyat tersebut mereka diajarkan praktik cara mengolah kopi secara langsung.
Salah satu
peserta merupakan pemilik kebun adalah Mohamad Suwandi, 43 tahun, yang berasal
dari Desa Gombengsari, Kecamatan Kalipuro. Suwandi merasa antusias mengikuti
festival ini karena berharap menambah pengetahuannya untuk meningkatkan nilai
ekonomis kopinya. Selama ini Suwandi mengolah kopi secara sederhana dan menjual
biji kopi langsung kepada pengepul dengan harga yang cukup murah.
“Ikut ini
supaya lebih tahu bagaimana mengolah kopi yang benar sehingga saya tidak hanya
menjual kopi secara ose
(gelondongan-red). Saya biasanya jual kopi Rp27 ribu per kilogram padahal kalau
sudah jadi bubuk bisa dijual Rp150 rb per kilogram. Makanya ingin sekali bisa
tahu cara bagaimana mengolahnya menjadi bubuk dengan proses kopi yang benar,”
kata Suwandi.
Hal senada
juga dikemukakan oleh Muhammad Sulaiman Afandi, 28 tahun, pengelola kafe G-Jack
di Kecamatan Jajag. Selama ini pengetahuan tentang mengolah dan menyajikan kopi
didapatnya dari internet dan sharing
dalam komunitas pelaku usaha kopi. Adanya edukasi langsung dari ahli dan
praktisi kopi profesional menjadi sebuah pengalaman yang sangat berharga
baginya.
“Saya
berharap bisa dapat ilmu disini. Apalagi disini juga ada teman-teman yang
menggeluti bidang yang sama dengan saya, kita bisa saling tukar informasi dan
wawasan, pasti akan sangat banyak informasi yang akan saya dapatkan,” ujarnya.
Banyuwangi
sendiri setiap tahunnya menggelar berbagai festival yang mengangkat potensi
kopi yang dimiliki oleh rakyat di antaranya Festival Ngopi Sepuluh Ewu dan
Gombengsari Farm Festival yang mengangkat potensi peternakan dan perkebunan
Desa Gombengsari, salah satunya kopi. (*)
Sumber: https://www.banyuwangikab.go.id/berita-daerah/tingkatkan-kualitas-produk-kopi-banyuwangi-gelar-coffee-processing-festival.html
0 Response to "Tingkatkan Kualitas Kopi, Banyuwangi Gelar Coffee Processing Festival"
Posting Komentar