Kebo-keboan dan Berkah Pertanian

Sejumlah pria berbadan kekar dirias layaknya kerbau, bertanduk dan berbadan hitam. Mereka lari dalam kendali sang pawang. 

idealoka.com - Banyuwangi dikenal sebagai daerah agraris. Luas areal pertaniannya mencapai 66.983 hektar atau 11,58 persen dari luas kabupaten. Salah satu desa yang penduduknya bermata pencaharian petani adalah Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh. Masyarakat desa ini memiliki tradisi unik dalam tradisi pertanian mereka. Sebelum bercocok tanam mereka menggelar ritual adat Kebo-Keboan. “Kebo-Keboan digelar tiap 10 Muharam atau 10 Syura,” ujar Sutomo, warga setempat.

Menurut tokoh adat setempat, Subur Bahri, inti dari Kebo-Keboan adalah memohon berkah pada Tuhan Yang Maha Kuasa agar tanaman pertanian yang akan ditanam bisa tumbuh subur dan dijauhkan dari bencana kekeringan dan kelaparan. “Kebo-Keboan ini terinspirasi dari kejadian pada abad ke-18 silam dimana saat itu terjadi pegebluk. Lalu salah seorang sesepuh desa, Buyut Karti, mendapat wangsit agar menggelar ritual Kebo-Keboan,” tutur Subur.

Selain itu, masyarakat juga diperintah memuja Dewi Sri untuk minta keberkahan. Sebelum ritual digelar, masyarakat setempat sibuk memasang hiasan gapura dari bambu yang dipasangi berbagai macam jenis hasil pertanian seperti padi, kelapa, ketela, dan sayuran. Di sepanjang perempatan jalan pusat desa juga ditancapkan berbagai tanaman sayuran dan buah-buahan seperti jagung, pisang dan nangka.

Setelah semua hasil pertanian dipajang, upacara ritual adat ini biasanya dibuka pejabat daerah setempat. Selamatan desa mengawali prosesi Kebo-Keboan. Tokoh adat setempat membaca doa keselamatan dan dilanjutkan makan bersama di sepanjang perempatan pusat desa.

Setelah selamatan selesai, prosesi inti Kebo-Keboan dimulai. Dengan diiringi tetabuhan dan gending khas Banyuwangi (Osing), iring-iringan Kebo-Keboan tampak dari kejauhan menuju pusat desa.

Puluhan lelaki berbadan kekar didandani seperti kerbau. Mereka bertingkah laku selayaknya kerbau yang mengamuk dan menyeruduk ke kerumunan penonton. Bahkan beberapa orang berdandan ala kerbau ini ada yang kesurupan. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, para pemeran kerbau ini diikat dengan tali. Jika mereka menghampiri penonton, dengan segera juru kendali atau pawang menariknya.

Dalam ritual ini, kerbau jadi simbol utama. Sebab kerbau yang digunakan untuk membajak sawah atau sebagai hewan pengangkut berperan penting dalam pertanian masyarakat.

Di depan iring-iringan ‘manusia kerbau’ ini, seorang gadis dipapah dengan tandu. Dia disimbolkan sebagai Dewi Sri atau Dewi Kesuburan. Di bagian atas tandu Dewi Sri, beberapa ikat bibit padi dipasang. Masyarakat setempat percaya, jika benih tersebut ditanam akan tumbuh subur dan menghasilkan padi yang berkualitas.
Iring-iringan ‘manusia kerbau’ dan Dewi Sri ini diarak ke empat penjuru desa yang dipercaya sebagai tempat bersemayamnya leluhur desa. Selanjutnya, prosesi terakhir adalah menanam benih padi ke pematang sawah sebagai tanda masa tanam dimulai.

Subur menuturkan permohonan doa pada Tuhan dan tradisi Kebo-Keboan tersebut bagian dari upaya batin agar sukses dalam bertani. Selain itu, secara teknik bercocok tanam, masyarakat juga menerapkan panca usaha tani. “Jadi upaya lahir dan batin kami kolaborasikan. Panca usaha tani tetap kita terapkan,” katanya. (*) 

0 Response to "Kebo-keboan dan Berkah Pertanian"

Posting Komentar